FORUM DISKUSI EKONOMI ISLAM - FORUM DISKUSI EKONOMI ISLAM - FORUM DISKUSI EKONOMI ISLAM - FORUM DISKUSI EKONOMI ISLAM - FORUM DISKUSI EKONOMI ISLAM - FORUM DISKUSI EKONOMI ISLAM

Cari di blog ini

Pegadaian Syariah

PEGADAIAN SYARIAH

Pegadaian syariah (rahn) merupakan sebuah lembaga yang dikeluarkan oleh Perum Pegadaian. Kemunculannya pada awal april 1990 menjadi awal kebangkitannya hingga saat ini. Namun dilihat dari perkembangannya, pegadaian syariah dinilai belum banyak memberi kontribusi bagi perekonomian Indonesia pada umumnya dan pada perum pegadaian itu sendiri pada khususnya. Hal tersebut dapat dibuktikan dari kantor-kantor cabang pegadaian syariah yang belum banyak menjangkau skala kabupaten.
Fakta tersebut disebabkan oleh beberapa faktor :
1.      Belum adanya regulasi jelas tentang pegadaian syariah dari pemerintah
2.      Kurangnya faktor pomosi persuasif pada masyarakat
3.      Adanya kecenderungan kesan negative bila seseorang menggadaikan barangnya. Berbanding terbalik bila seseorang pergi ke bank meski untuk mendapatkan kucuran kredit harus melalui prosedur yang cukup rumit.

Persamaan dan Perbedaan Rahn dan Gadai
Secara mendasar ada persamaan dan perbedaan antara rahn dan gadai :

Persamaan :
1.      Hak gadai berlaku atas pinjaman uang.
2.      Adanya barang sebagai jaminan hutang.
3.      Tidak dibenarkan mengambil manfaat barang gadai.
4.      Biaya barang yang digadaikan ditanggung oleh pemberi gadai.
5.      Bila tenggat waktu peminjaman uang telah habis, maka barang yang digadaikan boleh dijual/ dilelang.

Perbedaan :
NO
RAHN
GADAI
1.
Dalam hukum islam, rahn dilakukan secara sukarela tanpa mencari keuntungan.
Dalam hukum perdata, disamping prinsip tolong menolong juga mengambil keuntungan dari bunga yang ditetapkan
2.
Hanya berlaku untuk benda bergerak (dalam hukum perdata).
Berlaku untuk semua benda (dalam hukum perdata).
3.
Tidak ada bunga.
Ada bunga.
4.
Dapat dijalankan tanpa melalui suatu lembaga (independent).
Menurut hukum perdata dilaksanakan melalui suatu lembaga.
5.
Pembentukan laba dari jenis transaksi yang sesui dengan prinsip syariah.
Pembentukan laba dari bunga teknik.

Konsep Dan Operasional Pegadaian Syariah
·         Landasan Konsep
Sebagaimana sebuah lembaga yang bernaung dibawah syariah, maka pegadaian syariahpun memiliki landasan yang bersumber dari Al-Qur’an dan hadits.
Al-Qur’an Surat Al Baqarah : 283
bÎ)ur óOçFZä. 4n?tã 9xÿy öNs9ur (#rßÉfs? $Y6Ï?%x. Ö`»yd̍sù ×p|Êqç7ø)¨B ( ÷bÎ*sù z`ÏBr& Nä3àÒ÷èt/ VÒ÷èt/ ÏjŠxsãù=sù Ï%©!$# z`ÏJè?øt$# ¼çmtFuZ»tBr& È,­Guø9ur ©!$# ¼çm­/u 3 Ÿwur (#qßJçGõ3s? noy»yg¤±9$# 4 `tBur $ygôJçGò6tƒ ÿ¼çm¯RÎ*sù ÖNÏO#uä ¼çmç6ù=s% 3 ª!$#ur $yJÎ/ tbqè=yJ÷ès? ÒOŠÎ=tæ ÇËÑÌÈ
Artinya :Jika kamu dalam perjalanan (dan bermu'amalah tidak secara tunai) sedang kamu tidak memperoleh seorang penulis, Maka hendaklah ada barang tanggungan yang dipegang (oleh yang berpiutang). akan tetapi jika sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain, Maka hendaklah yang dipercayai itu menunaikan amanatnya (hutangnya) dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya; dan janganlah kamu (para saksi) Menyembunyikan persaksian. dan Barangsiapa yang menyembunyikannya, Maka Sesungguhnya ia adalah orang yang berdosa hatinya; dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan”.

Hadits nabi :
Aisyah berkata bahwa Rasul bersabda : Rasulullah memberi makanan dari seorang yahudi dan meminjamkan kepadanya baju besi. (HR. Bukhori dan Muslim)

Landasan ini kemudian diperkuat dengan Fatwa DSN MUI no 25/DSN-MUI/III/2002 tanggal 26 Juni 2002 yang menyatakan bahwa pinjaman dengan menggadaikan barang sebagai jaminan utang dalam bentuk rahn diperbolehkan dengan ketentuan sebagai berikut :
a.      Ketentuan umum :
1.    Murtahin (penerima barang) mempunyai hak untuk menahan marhun (barang) sampai semua utang rahin (yang menyerahkan barang) dilunasi.
2.  Marhun dan manfaatnya tetap menjadi milik rahin. Pada prinsipnya marhun tidak boleh dimafaatkan oleh murtahin kecuali dengan seizing rahin, dengan tidak mengurangi nilai marhun dan pemanfaatannya tersebut sekedar pengganti biaya pemeliharaaan perawatannya.
3.      Pemeliharaan dan penyimpanan marhun pada dasarnya menjadi kewajiban rahin, namun dapat juga oleh murtahin, sedangkan biaya dan pemeliharaan penyimpanan tetap menjadi kewajiban rahin.
4.   Besar biaya administrasi dan penyimpanan marhun tidak boleh ditentukan berdasarkan jumlah pinjaman.
5.      Penjualan marhun
a.      Apabila jatuh tempo, murtahin harus memperingatkan rahin untuk segera melunasi utangnya.
b.      Apabila rahin tetap tidak melunasi hutangnya, maka marhun dijual paksa/ dilelang.
c.    Hasil penjualan marhun digunakan untuk melunasi utang, biaya pemeliharaan dan penyimpanan yang belum dibayar, serta biaya penjualan.
d.      Kelebihan hasil penjualan menjadi milik rahin dan kekurangannya menjadi kewajiban rahin.

Ketentuan penutup
1.       Jika salah satu pihak tidak   Jika salah satu pihak tidak dapat menunaikan kewajibannya atau jika terjadi perselisihan diantara kedua belah pihak, maka penyelesaiannya dilakukan melalui Badan Arbritase Syariah setelah tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah.
2.  Fatwa ini berlaku sejak tanggal ditetapkan dengan ketentuan jika di kemudian hari terdapat kekeliruan akan diubah dan disempurnakan sebagai mana mestinya.

Operasional Pegadaian Syariah
Secara garis besar, pegadaian syariah berjalan atas dua akad :
1.      Akad rahn, yaitu  menahan harta pemilik peminjam sebagai jaminan atas pinjaman yang diterimanya. Dengan akad ini pegadaian menahan barang bergerak sebagai jaminan atas utang nasabah.
2.      Akad ijarah,adalah pemindahan hak guna atas barang dan atau jasa melalui pembayaran upah sewa tanpa diikuti pemindahan kepemilikan barang tersebut. Melalui akad ini, pegadaian syariah berhak menarik uang sewa atas barang tersebut.  Pegadaian syariah telah menetapkan tarif ijarah yang dapat anda download disini.
Selain 2 akad diatas ada tiga macam akad lain yang digunakan pegadaian syariah dalamoperasionalnya :
  1. Akad Bai’ Al-Muqayadah.
    Akad Bai’ Al-Muqayadah dapat diterapkan pada nasabah yang menginginkan pegadaian barangnya untuk keperluan produktif, artinya dalam menggadaikan barangnya nasabah tersebut menginginkan modal kerja berupa pembelian barang. Sedangkan barang jaminan yang dapat dijaminkan untuk akad ini adalah barang-barang yang dapat dimamfaatkan atau tidak dapat dimamfaatkan (dikelola) oleh Rahin ataupun Murtahin. Dengan demikian Murtahin akan membelikan barang yang sesuai dengan keinginan Rahin, dan pihak penggadai (Rahin) akan memberikan Mark Up kepada Murtahin sesuai dengan kesepakatan pada saat akad berlangsung sampai batas waktu yang telah ditentukan/disepakati. Konsekuensi dari akad ini adalah dengan timbulnya akad baru berupa izin yang dikeluarkan dari pihak pegadaian kepada pemilik barang untuk mengambil manfaat dari agunan yang digadaikan. Namun bila izin tidak diberikan oleh pemilik, maka pemilik barang harus membagi hasil dari pemanfaatan barang yang digadaikan tersebut.
  2. Akad Al-MudharabahAkad tersebut hanya dapat diterapkan pada nasabah yang menginginkan penggadaian barangnya untuk keperluan produktif, artinya dalam menggadaikan barangnya nasabah tersebut menginginkan modal kerja. Dengan demikian Rahin akan memberikan bagi hasil berdasarkan keuntungan usaha yang diperoleh kepada Murtahin sesuai dengan kesepakatan sampai modal yang dipinjam terlunasi.
  1. Akad Al-Qardhul Hasan.
    Akad ini diterapkan untuk nasabah yang menginginkan penggadaian barangnya untuk keperluan konsumtif. Barang jaminannya hanya berupa barang yang tidak menghasilkan (tidak dapat dimamfaatkan). Dengan demikian Rahin akan memberikan biaya upah atau Fee kepada Murtahin, karena Murtahin telah menjaga atau merawat barang jaminannya.

Selain sebagai prinsip operasional pegadaian syariah, kelima akad diatas juga diterapkan untuk membentuk laba perusahaan demi kelangsungan operasionalnya